Akulah Allah Yang Mahakuasa [El Shadday], hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela. (Kejadian 17:1b)
Nama El/Elohim/Eloah (dalam dialek Arab = Allah/Ilah), adalah nama pertama Tuhan yang tercatat dalam kitab Kejadian sebelum nama Yahweh diperkenalkan kepada Musa dalam masa Keluaran (Kel.6:1-2). El digunakan sebagai nama diri dan juga sebagai sebutan untuk Tuhan, dan sekalipun Elohim lebih banyak digunakan sebagai sebutan, kadang-kadang digunakan sebagai nama diri Tuhan yang bersifat jamak, Eloah adalah bentuk tunggal dari Elohim.
El (baca Eel) atau Il adalah nama Tuhan rumpun Semitik (keturunan Sem), yang dalam jalur Ibrani keturunan Arphaksad disebut El/Elohim/Eloah dan dalam jalur Aram dan Arab disebut dengan dialek Ila/Elah/Eloh/Aloh/Alaha/Ilah/Allah, dll. Bangsa Ibrani melalui jalur keturunan Sem Arphaksad Eber (dari nama ini disebut bangsa Ibrani) Peleg Abraham (melalui Sara) menyebut Il Semitik sebagai El/Elohim/Eloah, sedangkan melalui keturunan Sem Aram lahir bangsa Siria yang menyebutnya Elah/Eloh/Alaha . Bangsa Arab adalah keturunan Aram Yoktan (Anak Eber) Hagar (selir Abraham) Keturah (selir Abraham), menyebutnya dengan dialek mereka sebagai Ilah/Allah.
Tidak dapat disangkal bahwa bangsa Ibrani, Aram, dan Arab masih berpangkal pada El/Alaha/Allah dari Abraham/Ibrahim yang sama, sebagai Tuhan pencipta langit dan bumi yang menciptakan Adam, memanggil Nuh dan kemudian memanggil Abraham/Ibrahim yang disebut sebagai Bapa Orang Beriman (atau Bapa Monotheisme) yang dalam jalur Arab secara turun-temurun oleh kaum Hanif dirayakan sebagai Idul Adha. Sebagai imbas perceraian bahasa di Babel (Kej.11) dan situasi lingkungan yang berbeda, nama Tuhan yang sama disebut dengan dialek berbeda-beda namun masih dalam rumpun semitik (Tuhan Il/El Semitik berbeda dengan sesembahan lain seperti Brahman, Tao, atau Anatta yang dipopularkan sebagai Yang Satu dalam inklusifisme).
Namun, sekalipun ketiga agama Semitik Yahudi, Kristen dan Islam menyembah Tuhan El/Allah yang sama, itu tidak berarti bahwa semua pengajaran/aqidah ketiganya sama. Pengajaran/aqidah adalah berbeda karena kepercayaan ketiganya berdasarkan tradisi dan kitab suci (yang dianggap masing-masing sebagai wahyu) berbeda mengenai El/Allah yang sama itu.
Pada jalur Ibrani, sebutan El pernah merosot ditujukan kepada berhala Anak Lembu (Kel.32:4/1Raj.12:28/Neh.9:18), namun Musa dan para Nabi meluruskan kembali kepada El Israel (El Elohe Yisrael, Kej.33:20;46:3). Orang-orang Arab yang percaya akan Il/El Semitik/Ibrani dan juga yang menganut Kristian menyebutnya Allah dalam dialeknya. Beberapa petunjuk penggunaan pada pra-Islam dapat dilihat bahwa sejak jauh sebelum masa Kristen sudah ada bahagian kitab suci Tenakh dalam bahasa Aram (Sebagian kitab Ezra, Daniel, dan Yeremia ditulis dalam bahasa Aram, a.l. Dan.2:47;5:3 mengandung nama Elah ) dan terjemahan Peshitta (Alkitab bahasa Aram) ditulis pada abad-2. Di sini El ditulis Alaha (dibaca dalam berbagai dialek seperti Elah/Eloh/Aloh/Aloho).
Yesus tidak menggunakan bahasa Ibrani melainkan Yunani dan Aram, dan di atas kayu salib Ia memanggil Bapa dengan nama El/Elo yang adalah bahasa Aram (Mat.27:46;Mrk.15:34). Di kalangan bangsa Arab pengikut Yesus, penggunaan nama Allah sudah terjadi sejak awal kekristenan jauh sebelum masa jahiliah Arab dan kelahiran Islam. Pada Konsili Efesus (431) wilayah suku Arab Harits dipimpin uskup bernama Abd Allah. Inskripsi Zabad (512) diawali Bism al-Ilah (Dengan nama Allah) lengkap dengan tanda salib diikuti nama-nama Kristian, demikian juga Inskripsi Umm al-Jimmal (abad-6) menyebut Allahu ghafran (Allah yang mengampuni). Inskripsi Hurran al-Lajja (568) dan inskripsi lain pra Islam dari lingkungan Kristen menggunakan nama Allah pula.
Pada masa Islam lahir (abad-7), dalam Al-Quran nama Allah diakui oleh Nabi Muhammad s.a.w digunakan bersama baik oleh umat Islam, Yahudi, Nasrani dan Kristen, seperti dalam ayat:
"(Yaitu) orang2 yang diusir dari negerinya, tanpa kebenaran, melainkan karena mereka mengatakan: Tuhan kami Allah. Jikalau tiadalah pertahanan Allah terhadap manusia, sebahagian mereka terhadap yang lain, niscaya robohlah gereja2 pendeta dan gereja2 Nasrani dan gereja2 Yahudi dan mesjid2, di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sungguh Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa." (Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, QS.22:40)
Dari kenyataan ini kita tahu bahwa nama Allah bukanlah kata Islam melainkan kata Arab sebab sudah digunakan sejak keturunan Semitik suku Arab yang menyebut El Semitik dalam dialek mereka, dan juga digunakan orang Arab yang beragama Yahudi dan Kristian jauh sebelum kehadiran masa jahiliah dan Islam. Ulil Absar Abdala dalam seminar LAI mengakui bahwa 70% data Al-Quran berasal dari tradisi agama Yahudi dan Kristian, ini berarti Islam menggunakan istilah Allah dari kedua sumber itu dan digabungkan dengan konsep Allah nenek moyang mereka penganut agama Hanif.
Di negara-negara berbahasa Arab, saat ini ada empat Alkitab bahasa Arab dan keempatnya menggunakan nama Allah , dan penggunaan nama Allah bersama-sama oleh umat Islam dan Kristen di negara-negara berbahasa Arab tidak pernah menjadi masalah. Di Kairo kota lama, ada gereja Al-Mu alaqqah dimana dipintunya ditulis kaligrafi Arab yang berbunyi Allah Mahabah (Allah itu kasih), dan dipintu lainnya Ra isu al-Hikmata Makhaafatu Ilah (Permulaan Hikmat Adalah Takut kepada Allah), dan dari situ ada sinagoga Ben Ezra dimana disebut bahwa dahulu di situ Rabbi Moshe Ben Ma imun menulis buku Al-Mishnah dan Dalilat el-Hairin dalam bahasa Ibrani dan Arab dimana El/Elohim diterjemahkan Allah.
Dalam jalur Arab yang percaya ajaran Il/El Semitik ini tidak dapat disangkal bahwa mereka menyebut dalam dialek mereka sendiri sebagai Allah terutama untuk menunjuk Allah dari Adam, Sem (semitik), Yoktan (anak Eber, Ibranik), dan Ibrahim (Abrahamik).
"Gagasan tentang Tuhan Yang Esa yang disebut dengan Nama Allah, sudah dikenal oleh Bangsa Arab kuno ... Kelompok keagamaan lainnya sebelum Islam adalah hunafa(tngl.hanif), sebuah kata yang pada asalnya ditujukan pada keyakinan monotheisme zaman kuno yang berpangkal pada ajaran Ibrahim dan Ismail . (Glasse, Ensiklopedia Islam, h.50).
Sekalipun pada masa jahiliah pra-Islam dimana banyak berhala asing diimpor dan juga disebut sebagai Ilah/Allah (karena bisa bersifat nama diri/sebutan), sejarah menunjukkan bahwa sudah sejak masa Abraham di kalangan suku Arab ada penganut agama Hanif yang mempercayai Allah Ibrahim (ini dikenang terus menerus melalui tradisi Idul Adha) terutama suku-suku Ibrahimiyah dan Ismaeliyah yang tidak menganut agama Israel maupun Kristian. Iman Ibrahim ini tetap terjaga ditengah kemerosotan agama masa jahiliah dan kemudian diteguhkan kembali oleh Islam.
Agama Islam dibawa ke Indonesia oleh orang Sufi yang berbaur dengan pribumi sejak abad-13, dan baru pada abad-16 agama Kristian masuk. Setelah 4 abad banyak kata Arab terserap ke dalam bahasa Melayu dan kemudian Indonesia (Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sekarang ada 1495 kata Arab menjadi kosakata bahasa Indonesia termasuk kata Allah). Sejak Kitab Injil pertama dalam bahasa Melayu karya Corneliz van Ruyl (1629) sudah digunakan nama Allah untuk menyebut El PL dan Theos PB. Corneliz tahu bahwa di negara berbahasa Arab nama Allah digunakan baik oleh orang Kristian maupun Islam, dan karena nama Allah sudah diadopsi ke dalam bahasa Melayu dan kemudian Indonesia, maka penggunaan nama itu dalam terjemahan Alkitab justru tepat, karena bukan merupakan terjemahan nama El melainkan hanya dialek yang berbeda dari nama yang sama.
Robert Morey dalam buku Islamic Invasion, confronting the world s fastest religion (1992) menyebut nama Allah adalah nama dewa bulan bangsa Babil. Bukunya memuat Appendix Moon God dan menyebut bahwa bangsa Arab menyembah dewa bulan ini, sebagai buktinya ditunjukkan gambar bulan sabit diatas kubah mesjid (h.50,51,218). Ia menyebut Alkitab Arab ditulis pada abad-9 dan umat Kristen dipaksa penguasa Islam menulis nama Allah dalam Alkitab Arab (h.64). Sayang, Morey kurang terbuka wawasannya tentang sejarah penggunaan nama Allah sebelum masa Islam di kalangan orang Siria dan Arab, baik yang beragama Yahudi, maupun Kristian, dan juga penggunaannya dikalangan Arab Hanif pra-Islam, dan mungkin karena fobia akan Islam ia mengabaikan fakta bahwa dalam Al-Quran, Muhamad mengaku bahawa nama Allah dipakai bersama dengan umat Yahudi, Nasrani, dan Kristen (QS.22:40), tentu mereka menggunakannya lebih dahulu.
Mengenai moon god yang banyak gambar inskripsinya dalam buku Morey (h.211-218), tidak jelas apa hubungannya dengan nama Allah karena pada masa kemerosotan jahiliah sebelum hadir Islam, di kawasan Arab (kecuali kaum Hanif) memang terjadi adopsi berhala-berhala asing dimana moon god disembah sebagai hubal. Bukan hanya dewa bulan hubal tetapi pada masa jahiliah berhala lain juga disebut Allah, seperti dewa air, dewa kesuburan, Al-Atta, Al-Uzza, dll. Menuduh bulan sabit sebagai bukti penyembahan dewa bulan jelas keliru, sebab lambang itu baru muncul di Turki pada abad-15 ol602penguasa Otoman yang mengadopsinya dari Byzantium, karena disana bulan sabit merupakan tanda kemenangan karena kemunculannya yang tiba-tiba menyelamatkan Byzantium dari serangan mendadak musuh di malam gelap. Bagi Islam, bulan sabit (hilal) adalah petunjuk ritme waktu. Muhamad mengatakan:
Wahai bulan sabit yang indah dan bulan sabit petunjuk, keyakinanku teguh kepada Dia yang telah menciptakanmu. (Glasse, Ensiklopedia Islam, h.64).
Dari para pemuja nama Yahweh juga sering diajukan kutipan yang menyebut bahwa nama Allah adalah nama berhala bulan/air. Kita perlu mengajak mereka agar membaca dengan benar kutipan tersebut, sebab mereka mencomot kutipan itu dari konteks ceritanya. Bila kita mempelajari konteks bacaan sekitar kutipan tersebut kita akan mengetahui bahawa penulis menyebut bahawa pada masa jahiliah nama Allah merosot ditujukan kepada berhala yang diimpor dari negeri sekeliling, namun dalam konteksnya jelas pula bahwa kemudian Islam mengembalikan kemerosotan itu kembali kepada agama hanif yang tetap mempertahankan iman agama Ibrahim. Tidak ada ayat dalam Al-Quran yang menyebut nama Allah asalnya nama berhala bulan, air atau lainnya.
Mengkait-kaitkan berhala moon god Babel kuno dengan nama Allah, sama halnya dengan kalau mengkaitkan berhala anak lembu yang banyak dijumpai dalam inskripsi peninggalan Babel, Kanaan, dan Mesir kuno dengan nama Elohim dan Yahweh (Kel.32:4/1Raj.12:28/Neh.9:18).
Para pemuja nama Yahweh mengidap Yudaisme mania dan Islam fobia dan menuduh bahwa nama Allah adalah nama berhala bulan dan baik umat Islam maupun Kristen disebut menghujat Tuhan bila menyebut nama Allah. Beberapa hal sebaiknya direnungkan oleh mereka:
* Di negara-negara berbahasa Arab penggunaan nama Allah selama 15 abad untuk menyebut Tuhan Semitik secara bersama tidak pernah menjadi masalah, dan selama empat abad penggunaan bersama nama itu di Indonesia juga tidak menimbulkan masalah. Adanya fanatisme penggunaan nama Allah di kalangan Islam tertentu dan fanatisme nama Yahweh (yang anti Allah) di kalangan Kristian-Yudaik baru terjadi belakangan ini yang isu-nya justru dikabarkan oleh para pemuja nama Yahweh itu;
* Orang Arab beragama Yahudi dan Kristian sudah lebih dari 20 abad menyebut El sebagai Allah dalam dialek mereka, selama 4 abad umat Kristen di Indonesia sudah menggunakan nama Allah pula, penerjemahan nama El dan Yahweh sudah terjadi sejak zaman Ezra. Tenakh diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta) dan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani (Koine), maka adalah sifat bidat (yang sempit) kalau beranggapan bahwa jutaan orang Arab Kristen selama dua milenium dan puluhan juta umat Kristen Indonesia selama empat abad tidak selamat karena mereka menyebut nama Allah ;
* Dengan menuduh orang Islam dan Kristian yang menggunakan nama Allah sebagai menghujat , bukankah fakta sejarah telah menunjukkan bahwa label tuduhan itu justru seharusnya tertuju pada mereka sendiri karena menganggap Allah sebagai dewa bulan? Menyebut nama Allah dialek Arab sebagai dewa bulan merupakan fitnah karena didasarkan sentimen Yudaisme dan kekurang-tahuan, dan kutipan sepotong yang dicomot di luar konteks. Dapat dimaklumi kalau hal itu mendatangkan amarah kalangan Islam;
* Dengan menekankan semangat ke akar Yahudi, tidakkah mereka sadar bahwa mereka telah terpedaya mengemban misi Yudaisme yang sarat semangat anti Arab, Islam dan Kristian? (Umumnya pemuja nama Yahweh menganut faham Modalisme). Semangat mana meresahkan umat beragama dan memicu kekurang-rukunan beragama di Indonesia;
* Perlu direnungkan roh apa yang berada di dalam diri para pemuja nama Yahweh yang anti nama Allah itu, mengingat bahwa di satu sisi mereka sangat menekankan kekudusan nama Yahweh namun di sisi lain mereka begitu saja membajak karya terjemahan LAI (yang dikritiknya) dan memaksa mengganti nama-nama di dalamnya menjadi nama Ibrani. Bila umat Kristian mengembang misi memberitakan kabar sukacita Injil Kristus yang mendamaikan manusia dengan Allah Bapa, para pemuja nama Yahweh itu menaburkan fanatisme nama Yahweh dan menjalankan misi Yudaisme yang bersifat adu domba.
Akhirnya, umat Kristian dan umat Islam perlu mendoakan para pemuja nama Yahweh itu agar mereka mau belajar dan mengerti kebenaran sejarah, dan tidak terjebak fanatisme sempit karena kekurang ilmu pengetahuan, dan agar Roh Kudus sendiri menerangi dan menaungi mereka dengan kebenaran Allah.
Nama El/Elohim/Eloah (dalam dialek Arab = Allah/Ilah), adalah nama pertama Tuhan yang tercatat dalam kitab Kejadian sebelum nama Yahweh diperkenalkan kepada Musa dalam masa Keluaran (Kel.6:1-2). El digunakan sebagai nama diri dan juga sebagai sebutan untuk Tuhan, dan sekalipun Elohim lebih banyak digunakan sebagai sebutan, kadang-kadang digunakan sebagai nama diri Tuhan yang bersifat jamak, Eloah adalah bentuk tunggal dari Elohim.
El (baca Eel) atau Il adalah nama Tuhan rumpun Semitik (keturunan Sem), yang dalam jalur Ibrani keturunan Arphaksad disebut El/Elohim/Eloah dan dalam jalur Aram dan Arab disebut dengan dialek Ila/Elah/Eloh/Aloh/Alaha/Ilah/Allah, dll. Bangsa Ibrani melalui jalur keturunan Sem Arphaksad Eber (dari nama ini disebut bangsa Ibrani) Peleg Abraham (melalui Sara) menyebut Il Semitik sebagai El/Elohim/Eloah, sedangkan melalui keturunan Sem Aram lahir bangsa Siria yang menyebutnya Elah/Eloh/Alaha . Bangsa Arab adalah keturunan Aram Yoktan (Anak Eber) Hagar (selir Abraham) Keturah (selir Abraham), menyebutnya dengan dialek mereka sebagai Ilah/Allah.
Tidak dapat disangkal bahwa bangsa Ibrani, Aram, dan Arab masih berpangkal pada El/Alaha/Allah dari Abraham/Ibrahim yang sama, sebagai Tuhan pencipta langit dan bumi yang menciptakan Adam, memanggil Nuh dan kemudian memanggil Abraham/Ibrahim yang disebut sebagai Bapa Orang Beriman (atau Bapa Monotheisme) yang dalam jalur Arab secara turun-temurun oleh kaum Hanif dirayakan sebagai Idul Adha. Sebagai imbas perceraian bahasa di Babel (Kej.11) dan situasi lingkungan yang berbeda, nama Tuhan yang sama disebut dengan dialek berbeda-beda namun masih dalam rumpun semitik (Tuhan Il/El Semitik berbeda dengan sesembahan lain seperti Brahman, Tao, atau Anatta yang dipopularkan sebagai Yang Satu dalam inklusifisme).
Namun, sekalipun ketiga agama Semitik Yahudi, Kristen dan Islam menyembah Tuhan El/Allah yang sama, itu tidak berarti bahwa semua pengajaran/aqidah ketiganya sama. Pengajaran/aqidah adalah berbeda karena kepercayaan ketiganya berdasarkan tradisi dan kitab suci (yang dianggap masing-masing sebagai wahyu) berbeda mengenai El/Allah yang sama itu.
Pada jalur Ibrani, sebutan El pernah merosot ditujukan kepada berhala Anak Lembu (Kel.32:4/1Raj.12:28/Neh.9:18), namun Musa dan para Nabi meluruskan kembali kepada El Israel (El Elohe Yisrael, Kej.33:20;46:3). Orang-orang Arab yang percaya akan Il/El Semitik/Ibrani dan juga yang menganut Kristian menyebutnya Allah dalam dialeknya. Beberapa petunjuk penggunaan pada pra-Islam dapat dilihat bahwa sejak jauh sebelum masa Kristen sudah ada bahagian kitab suci Tenakh dalam bahasa Aram (Sebagian kitab Ezra, Daniel, dan Yeremia ditulis dalam bahasa Aram, a.l. Dan.2:47;5:3 mengandung nama Elah ) dan terjemahan Peshitta (Alkitab bahasa Aram) ditulis pada abad-2. Di sini El ditulis Alaha (dibaca dalam berbagai dialek seperti Elah/Eloh/Aloh/Aloho).
Yesus tidak menggunakan bahasa Ibrani melainkan Yunani dan Aram, dan di atas kayu salib Ia memanggil Bapa dengan nama El/Elo yang adalah bahasa Aram (Mat.27:46;Mrk.15:34). Di kalangan bangsa Arab pengikut Yesus, penggunaan nama Allah sudah terjadi sejak awal kekristenan jauh sebelum masa jahiliah Arab dan kelahiran Islam. Pada Konsili Efesus (431) wilayah suku Arab Harits dipimpin uskup bernama Abd Allah. Inskripsi Zabad (512) diawali Bism al-Ilah (Dengan nama Allah) lengkap dengan tanda salib diikuti nama-nama Kristian, demikian juga Inskripsi Umm al-Jimmal (abad-6) menyebut Allahu ghafran (Allah yang mengampuni). Inskripsi Hurran al-Lajja (568) dan inskripsi lain pra Islam dari lingkungan Kristen menggunakan nama Allah pula.
Pada masa Islam lahir (abad-7), dalam Al-Quran nama Allah diakui oleh Nabi Muhammad s.a.w digunakan bersama baik oleh umat Islam, Yahudi, Nasrani dan Kristen, seperti dalam ayat:
"(Yaitu) orang2 yang diusir dari negerinya, tanpa kebenaran, melainkan karena mereka mengatakan: Tuhan kami Allah. Jikalau tiadalah pertahanan Allah terhadap manusia, sebahagian mereka terhadap yang lain, niscaya robohlah gereja2 pendeta dan gereja2 Nasrani dan gereja2 Yahudi dan mesjid2, di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sungguh Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa." (Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, QS.22:40)
Dari kenyataan ini kita tahu bahwa nama Allah bukanlah kata Islam melainkan kata Arab sebab sudah digunakan sejak keturunan Semitik suku Arab yang menyebut El Semitik dalam dialek mereka, dan juga digunakan orang Arab yang beragama Yahudi dan Kristian jauh sebelum kehadiran masa jahiliah dan Islam. Ulil Absar Abdala dalam seminar LAI mengakui bahwa 70% data Al-Quran berasal dari tradisi agama Yahudi dan Kristian, ini berarti Islam menggunakan istilah Allah dari kedua sumber itu dan digabungkan dengan konsep Allah nenek moyang mereka penganut agama Hanif.
Di negara-negara berbahasa Arab, saat ini ada empat Alkitab bahasa Arab dan keempatnya menggunakan nama Allah , dan penggunaan nama Allah bersama-sama oleh umat Islam dan Kristen di negara-negara berbahasa Arab tidak pernah menjadi masalah. Di Kairo kota lama, ada gereja Al-Mu alaqqah dimana dipintunya ditulis kaligrafi Arab yang berbunyi Allah Mahabah (Allah itu kasih), dan dipintu lainnya Ra isu al-Hikmata Makhaafatu Ilah (Permulaan Hikmat Adalah Takut kepada Allah), dan dari situ ada sinagoga Ben Ezra dimana disebut bahwa dahulu di situ Rabbi Moshe Ben Ma imun menulis buku Al-Mishnah dan Dalilat el-Hairin dalam bahasa Ibrani dan Arab dimana El/Elohim diterjemahkan Allah.
Dalam jalur Arab yang percaya ajaran Il/El Semitik ini tidak dapat disangkal bahwa mereka menyebut dalam dialek mereka sendiri sebagai Allah terutama untuk menunjuk Allah dari Adam, Sem (semitik), Yoktan (anak Eber, Ibranik), dan Ibrahim (Abrahamik).
"Gagasan tentang Tuhan Yang Esa yang disebut dengan Nama Allah, sudah dikenal oleh Bangsa Arab kuno ... Kelompok keagamaan lainnya sebelum Islam adalah hunafa(tngl.hanif), sebuah kata yang pada asalnya ditujukan pada keyakinan monotheisme zaman kuno yang berpangkal pada ajaran Ibrahim dan Ismail . (Glasse, Ensiklopedia Islam, h.50).
Sekalipun pada masa jahiliah pra-Islam dimana banyak berhala asing diimpor dan juga disebut sebagai Ilah/Allah (karena bisa bersifat nama diri/sebutan), sejarah menunjukkan bahwa sudah sejak masa Abraham di kalangan suku Arab ada penganut agama Hanif yang mempercayai Allah Ibrahim (ini dikenang terus menerus melalui tradisi Idul Adha) terutama suku-suku Ibrahimiyah dan Ismaeliyah yang tidak menganut agama Israel maupun Kristian. Iman Ibrahim ini tetap terjaga ditengah kemerosotan agama masa jahiliah dan kemudian diteguhkan kembali oleh Islam.
Agama Islam dibawa ke Indonesia oleh orang Sufi yang berbaur dengan pribumi sejak abad-13, dan baru pada abad-16 agama Kristian masuk. Setelah 4 abad banyak kata Arab terserap ke dalam bahasa Melayu dan kemudian Indonesia (Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sekarang ada 1495 kata Arab menjadi kosakata bahasa Indonesia termasuk kata Allah). Sejak Kitab Injil pertama dalam bahasa Melayu karya Corneliz van Ruyl (1629) sudah digunakan nama Allah untuk menyebut El PL dan Theos PB. Corneliz tahu bahwa di negara berbahasa Arab nama Allah digunakan baik oleh orang Kristian maupun Islam, dan karena nama Allah sudah diadopsi ke dalam bahasa Melayu dan kemudian Indonesia, maka penggunaan nama itu dalam terjemahan Alkitab justru tepat, karena bukan merupakan terjemahan nama El melainkan hanya dialek yang berbeda dari nama yang sama.
Robert Morey dalam buku Islamic Invasion, confronting the world s fastest religion (1992) menyebut nama Allah adalah nama dewa bulan bangsa Babil. Bukunya memuat Appendix Moon God dan menyebut bahwa bangsa Arab menyembah dewa bulan ini, sebagai buktinya ditunjukkan gambar bulan sabit diatas kubah mesjid (h.50,51,218). Ia menyebut Alkitab Arab ditulis pada abad-9 dan umat Kristen dipaksa penguasa Islam menulis nama Allah dalam Alkitab Arab (h.64). Sayang, Morey kurang terbuka wawasannya tentang sejarah penggunaan nama Allah sebelum masa Islam di kalangan orang Siria dan Arab, baik yang beragama Yahudi, maupun Kristian, dan juga penggunaannya dikalangan Arab Hanif pra-Islam, dan mungkin karena fobia akan Islam ia mengabaikan fakta bahwa dalam Al-Quran, Muhamad mengaku bahawa nama Allah dipakai bersama dengan umat Yahudi, Nasrani, dan Kristen (QS.22:40), tentu mereka menggunakannya lebih dahulu.
Mengenai moon god yang banyak gambar inskripsinya dalam buku Morey (h.211-218), tidak jelas apa hubungannya dengan nama Allah karena pada masa kemerosotan jahiliah sebelum hadir Islam, di kawasan Arab (kecuali kaum Hanif) memang terjadi adopsi berhala-berhala asing dimana moon god disembah sebagai hubal. Bukan hanya dewa bulan hubal tetapi pada masa jahiliah berhala lain juga disebut Allah, seperti dewa air, dewa kesuburan, Al-Atta, Al-Uzza, dll. Menuduh bulan sabit sebagai bukti penyembahan dewa bulan jelas keliru, sebab lambang itu baru muncul di Turki pada abad-15 ol602penguasa Otoman yang mengadopsinya dari Byzantium, karena disana bulan sabit merupakan tanda kemenangan karena kemunculannya yang tiba-tiba menyelamatkan Byzantium dari serangan mendadak musuh di malam gelap. Bagi Islam, bulan sabit (hilal) adalah petunjuk ritme waktu. Muhamad mengatakan:
Wahai bulan sabit yang indah dan bulan sabit petunjuk, keyakinanku teguh kepada Dia yang telah menciptakanmu. (Glasse, Ensiklopedia Islam, h.64).
Dari para pemuja nama Yahweh juga sering diajukan kutipan yang menyebut bahwa nama Allah adalah nama berhala bulan/air. Kita perlu mengajak mereka agar membaca dengan benar kutipan tersebut, sebab mereka mencomot kutipan itu dari konteks ceritanya. Bila kita mempelajari konteks bacaan sekitar kutipan tersebut kita akan mengetahui bahawa penulis menyebut bahawa pada masa jahiliah nama Allah merosot ditujukan kepada berhala yang diimpor dari negeri sekeliling, namun dalam konteksnya jelas pula bahwa kemudian Islam mengembalikan kemerosotan itu kembali kepada agama hanif yang tetap mempertahankan iman agama Ibrahim. Tidak ada ayat dalam Al-Quran yang menyebut nama Allah asalnya nama berhala bulan, air atau lainnya.
Mengkait-kaitkan berhala moon god Babel kuno dengan nama Allah, sama halnya dengan kalau mengkaitkan berhala anak lembu yang banyak dijumpai dalam inskripsi peninggalan Babel, Kanaan, dan Mesir kuno dengan nama Elohim dan Yahweh (Kel.32:4/1Raj.12:28/Neh.9:18).
Para pemuja nama Yahweh mengidap Yudaisme mania dan Islam fobia dan menuduh bahwa nama Allah adalah nama berhala bulan dan baik umat Islam maupun Kristen disebut menghujat Tuhan bila menyebut nama Allah. Beberapa hal sebaiknya direnungkan oleh mereka:
* Di negara-negara berbahasa Arab penggunaan nama Allah selama 15 abad untuk menyebut Tuhan Semitik secara bersama tidak pernah menjadi masalah, dan selama empat abad penggunaan bersama nama itu di Indonesia juga tidak menimbulkan masalah. Adanya fanatisme penggunaan nama Allah di kalangan Islam tertentu dan fanatisme nama Yahweh (yang anti Allah) di kalangan Kristian-Yudaik baru terjadi belakangan ini yang isu-nya justru dikabarkan oleh para pemuja nama Yahweh itu;
* Orang Arab beragama Yahudi dan Kristian sudah lebih dari 20 abad menyebut El sebagai Allah dalam dialek mereka, selama 4 abad umat Kristen di Indonesia sudah menggunakan nama Allah pula, penerjemahan nama El dan Yahweh sudah terjadi sejak zaman Ezra. Tenakh diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta) dan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani (Koine), maka adalah sifat bidat (yang sempit) kalau beranggapan bahwa jutaan orang Arab Kristen selama dua milenium dan puluhan juta umat Kristen Indonesia selama empat abad tidak selamat karena mereka menyebut nama Allah ;
* Dengan menuduh orang Islam dan Kristian yang menggunakan nama Allah sebagai menghujat , bukankah fakta sejarah telah menunjukkan bahwa label tuduhan itu justru seharusnya tertuju pada mereka sendiri karena menganggap Allah sebagai dewa bulan? Menyebut nama Allah dialek Arab sebagai dewa bulan merupakan fitnah karena didasarkan sentimen Yudaisme dan kekurang-tahuan, dan kutipan sepotong yang dicomot di luar konteks. Dapat dimaklumi kalau hal itu mendatangkan amarah kalangan Islam;
* Dengan menekankan semangat ke akar Yahudi, tidakkah mereka sadar bahwa mereka telah terpedaya mengemban misi Yudaisme yang sarat semangat anti Arab, Islam dan Kristian? (Umumnya pemuja nama Yahweh menganut faham Modalisme). Semangat mana meresahkan umat beragama dan memicu kekurang-rukunan beragama di Indonesia;
* Perlu direnungkan roh apa yang berada di dalam diri para pemuja nama Yahweh yang anti nama Allah itu, mengingat bahwa di satu sisi mereka sangat menekankan kekudusan nama Yahweh namun di sisi lain mereka begitu saja membajak karya terjemahan LAI (yang dikritiknya) dan memaksa mengganti nama-nama di dalamnya menjadi nama Ibrani. Bila umat Kristian mengembang misi memberitakan kabar sukacita Injil Kristus yang mendamaikan manusia dengan Allah Bapa, para pemuja nama Yahweh itu menaburkan fanatisme nama Yahweh dan menjalankan misi Yudaisme yang bersifat adu domba.
Akhirnya, umat Kristian dan umat Islam perlu mendoakan para pemuja nama Yahweh itu agar mereka mau belajar dan mengerti kebenaran sejarah, dan tidak terjebak fanatisme sempit karena kekurang ilmu pengetahuan, dan agar Roh Kudus sendiri menerangi dan menaungi mereka dengan kebenaran Allah.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan